Tingkatan seorang muslim

Seorang Muslim hendaknya berilmu sebelum mengamalkan apa yang ia ketahui, kemudian mendakwahkannya

Keutamaan Shalat Isroq

Setiap muslim tentunya menginginkan pahala yang besar dari setiap ibadahnya, salah satunya shalat isroq yang dilalaikan pada saat ini

Tips menghafal Al Qur'an bagi orang sibuk

Kurangnya pengetahuan kita mengenai manajemen waktu membuat kita belepotan dalam menghafal.

Bunga Yang Istimewa Hanya untuk Yang Istimewa

Allah telah menjamin bagi orang-orang yang selalu memperbaiki diri, dengan pasangan yang memperbaiki diri. begitu juga yang Istimewa sebagaimana diibaratkan cermin

Tips Menjemput Jodoh

Jodoh adalah persoalan yang sensitif bagi ereka yang merasa berumur, mari mempersiapkan diri

Jumat, 25 September 2009

Kematian

Sungguh semua manusia telah divonis mati oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala. namun kematian saudara kita tidak menjadikan kita sadar bahwa kematian sangat dekat  dengan  kita.
namun ketika nyawa kita telah sampai di tenggorokan, maka pintu taubat telah tertutup.
Kullu nafsin dzaa iqotul maut wa innamaa tuwaffauna ujuurokum yaumal qiyamah faman zuhziha 'anin naari wa udhilal jannah faqodfazz wamal hayatut dunya illa mata'ul ghurur.
Yaa ayyatuhan nafsul mutmainnah irji'i ila Robbiki rodhiyatam mardziyyah fadhulii fii 'ibaadi wadhulii jannatii

Kamis, 24 September 2009

MAKSIMALISASI AMAL SHALEH Sebuah Refleksi Nilai Takwa Pasca Ramadhan

Oleh : Ahmad Hanafi, Lc, MA
Bagi seorang muslim, Ramadhan dengan deretan amal shaleh, baik dalam tataran ibadah fardiyah yang lebih terfokus pada aspek pembinaan kepribadian (mis: sholat, puasa, tilawah al-Qur'an, i'tikaf dll ) ataupun dalam tataran ibadah ijtimaiyah yang lebih mengedepankan nilai sosial dalam bentuk kepedulian terhadap sesama (zakat, shodaqah, memberi buka puasa dan hidangan sahur dll) adalah merupakan sarana-sarana mewujudkan ketakwaan yang hakiki dalam bulan yang mulia ini.

Tetapi, akan sangat disayangkan apabila nilai-nilai positif ini berakhir bersamaan dengan berakhirnya musim ketaatan ini. Adalah hal yang aneh, jika seorang muslim yang begitu khusyu' dan bergairah melaksanakan amalan-amalan mulia di bulan yang penuh berkah ini, lantas setelah Ramadhan ia kembali melakukan hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai ketakwaan yang telah ia semai selama rentan waktu sebulan penuh. Apa yang patut kita banggakan bila Ramadhan hanya diakhiri dengan euforia baju baru, penganan lebaran dan tradisi mudik tahunan?. Sungguh bijak seorang penyair Arab yang berkata:

10 Nasehat Untuk Wanita

Nasehat adalah sebuah kejernihan yang sewajarnya hadir dalam kehidupan masyarakat Islam. Terkhusus bagi wanita muslimah yang hidup dijaman ini. Sapaan nasehat adalah penyejuk yang menyegarkan langkah dalam menuju ridha Yang Maha rahmah, Allah tabaraka ta'ala.
  1. Wanita muslimah meyakini bahwa Allah adalah Tuhannya, Muhammad adalah nabinya dan Islam adalah agamanya, dan menampakkan jejak keimanan dalam perkataan, amalan dan keyakinan. Maka ia selalu menjauhi murka Allah, takut akan pedihnya azab Allah dan balasan akibat menyelisihi perintah-Nya.
  2. Wanita muslimah selalu menjaga sholat-sholat wajibnya, berwudlu, menjaga kekhusyukan dan ketepatan waktu melaksanakan sholat. Janganlah menyibukkan diri dengan aktivitas yang lain ketika datang waktu sholat. Meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat yang memalingkan dari ibadah kepada Allah. Ia pun menampakkan atsar (bekas) sholatnya dalam peri kehidupan , karena sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, sholat adalah penjaga terbesar dari kemaksiatan. 

Selasa, 22 September 2009

Pengemis Buta Dan Rasulullah SAW

Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap harinya selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya, Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka kalian akan dipengaruhinya.

Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawakan makanan, dan tanpa berucap sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis itu sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya itu adalah Rasulullah SAW. Rasulullah SAW melakukan hal ini setiap hari sampai beliau wafat.

Syekh Zainuddin Al Malibari - Ulama Besar dari Negeri Bollywood

Tak banyak riwayat yang menjelaskan ketokohan dari Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz bin Zainuddin Al-Malibari, ulama asal Malabar, India Selatan ini. Kalau ada, itu hanya sebatas mengungkapkan keterangannya dalam berbagai karya yang ditulisnya.

Tak diketahui secara persis, kapan Syekh Zainuddin Al-Malibari lahir. Bahkan, wafatnya pun muncul berbagai pendapat. Ia diperkirakan meninggal dunia sekitar tahun 970-990 H dan di makamkan di pinggiran kora Ponani, India.

Umar Bin Abdul Aziz-Khalifah Pilihan Dinasti Umayyah

Adil, jujur, sederhana dan bijaksana. Itulah ciri khas kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Tak salah bila sejarah Islam menempatkannya sebagai ‘khalifah kelima’ yang bergelar Amirul Mukminin, setelah Khulafa Ar-Rasyidin. Pada era kepemimpinannya, Dinasti Umayyah mampu menorehkan tinta emas kejayaan yang mengharumkan nama Islam.

Khalifah pilihan itu begitu mencintai dan memperhatikan nasib rakyat yang dipimpinnya. Ia beserta seluruh keluarganya rela hidup sederhana dan menyerahkan harta kekayaannya ke baitulmal (kas negara), begitu diangkat menjadi khalifah. Khalifah Umar II pun dengan gagah berani serta tanpa pandang bulu memberantas segala bentuk praktik korupsi.

Harun Ar Rasyid Amir Para Khalifah Abbasiyah

Dalam usia yang relatif muda, Harun Ar-Rasyid yang dikenal berwibawa sudah mampu menggerakkan 95 ribu pasukan beserta para pejabat tinggi dan jenderal veteran.

Era keemasan Islam (The Golden Ages of Islam) tertoreh pada masa ke pemimpinannya. Perhatiannya yang begitu besar terhadap kesejahteraan rakyat serta kesuksesannya mendorong perkembangan ilmu pengetahuan, tekonologi, ekonomi, perdagangan, politik, wilayah kekuasaan, serta peradaban Islam telah membuat Dinasti Abbasiyah menjadi salah satu negara adikuasa dunia di abad ke-8 M.

Abdullah Al-Khuwarizmi

Dia bernama Abdullah Muhammad bin Musa Al-Khuwarizmi. Dilahirkan pada tahun 164 H (780 M) di daerah Khuwarizm di Asia Tengah (Anatolia) dan wafat di Baghdad pada tahun 232 H (847 M).

Al-Khuwarizmi memiliki memiliki beberapa hasil penelitian ilmiah dan buku-buku yang dikarang di bidang matematika (menghitung, aljabar, dan geometri), astronomi, geografi, dan musik. Dia mendapatkan kepercayaan dari dua khalifah; Al-Ma’mun dan Al-Watsiq, sehingga keduanya menyerahkan tugas-tugas penting kepadanya dan menugaskannya untuk mengadakan riset-riset ilmiah.

KETIKA MUSIBAH MENIMPA

Apabila musibah menimpa kita, maka kita harus segera mengambil sikap agar beban menjadi ringan bahkan menjadi rahmat.

* Pertama, apabila ditimpa musibah hendaknya kita membaca ’innaa lillaahi wainnaa ilaihi raaji’uun’ (“Sessungguhnya kita milik Allah dan kepadaNyalah kita akan dikembalikan”). Allah Ta’ala berfirman, “yaitu orang-orang yang jika ditimpa musibah mereka mengucapkan “innaalillaahi wa-innaa ilaihi raaji’un”. Rasulullah bersabda, “Tidaklah seorang hamba ditimpa musibah lalu beristirjaa’ niscaya Allah Ta’ala akan memberi ganjaran pada musibahnya dan akan menggantikannya dengan yang lebih baik darinya”. (HR.Muslim)

Minggu, 20 September 2009

Perpisahan dengan Bulan Ramadhan

Tidak terasa sudah sebulan kita menjalani ibadah di bulan Ramadhan. Dan saatnya kita berpisah dengan bulan yang penuh barokah, bulan yang penuh rahmat dan ampunan Allah, serta bulan di mana banyak yang dibebaskan dari siksa neraka. Pada pembahasan kali ini, kami mengangkat sebuah pelajaran yang cukup berharga yang kami olah dari kitab Latho-if Al Ma’arif karangan Ibnu Rajab Al Hambali dengan judul “Wadha’ Ramadhan” (Perpisahan dengan Bulan Ramadhan), juga terdapat beberapa tambahan pembahasan dari kitab lainnya. Semoga kalimat-kalimat yang secuil ini bermanfaat bagi kita semua.

ANDA INGIN SEMBUH? BERSEDEKAHLAH!

Pada zaman ini berbagai penyakit semakin menyebar dan banyak macamnya. Bahkan beberapa penyakit tidak bisa ditangani oleh dokter dan belum ditemukan obatnya, seperti Aids (HIV) dan semisalnya, meskipun sebenarnya obat penyakit tersebut ada. Allah Ta’ala tidak menciptakan suatu penyakit, melainkan ada obatnya. Namun obat tersebut belum diketahui, karena suatu hikmah tertentu yang dikehendaki oleh Allah Ta’ala.

Salah satu penyebab utama banyaknya penyakit adalah merebaknya kemaksiatan yang dilakukan dengan terang-terangan tanpa malu. Kemaksiatan yang menyebar di tengah masyarakat dapat membinasakan mereka. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri”. (QS. asy-Syura: 30).

Di antara hikmah penyakit yang diderita seorang hamba adalah sebagai ujian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya. Dunia merupakan tempat berseminya berbagai musibah, kesedihan, kepedihan, dan penyakit.

Ketika saya melihat orang sakit bergulat dengan rasa sakitnya dan menyaksikan orang yang membutuhkan pertolongan dengan menahan rasa perihnya, mereka telah melakukan berbagai macam ikhtiar namun mereka melewatkan sebab penyembuhan yang hakikatnya dari Allah ‘Azza wa Jalla, maka saya tergerak menulis risalah ini untuk semua orang yang sedang sakit, agar rasa duka dan sedihnya lenyap, dan penyakitnya dapat terobati (insya Allah).

Wahai anda yang sedang sakit menahan lara, yang sedang gelisah menanggung duka, yang tertimpa musibah dan bala, semoga keselamatan selalu tercurah kepadamu, sebanyak kesedihan yang menimpamu, sebanyak duka nestapa yang kau rasakan.

Penyakitmu telah memutuskan hubunganmu dengan manusia, menggantikan kesehatanmu dengan penderitaan. Orang lain mampu tertawa sedang engkau menangis. Sakitmu tidak kunjung reda, tidurmu tidak nyenyak, engkau berharap kesembuhan walau harus membayar dengan semua yang engkau punya.

Saudaraku yang sedang sakit! Saya tidak ingin memperparah lukamu, namun saya akan memberimu obat mujarab dan membuatmu terlepas dari derita yang menahun. Obat ini didapat dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Obatilah orang yang sakit di antara kalian dengan sedekah”. (HR. Abu Dawud, dihasankan oleh al-Albani dalam Shahihul Jami’).

Benar saudaraku, obatnya adalah sedekah dengan niat mencari kesembuhan. Mungkin engkau telah banyak sedekah, namun tidak engkau niatkan agar Allah Ta’ala menyembuhkanmu dari penyakit. Cobalah sekarang dan hendaknya engkau yakin bahwasanya Allah Ta’ala akan menyembuhkanmu. Berilah makan orang fakir, atau tanggunglah beban anak yatim, atau wakafkanlah hartamu, atau keluarkanlah sedekah jariahmu. Sungguh sedekah dapat menghilangkan penyakit dan kesulitan, musibah atau cobaan. Mereka yang diberi taufik oleh Allah Ta’ala telah mencoba resep ini. Akhirnya mereka mendapatkan obat ruhiyah yang lebih mujarab daripada obat jasmani. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengobati dengan obat ruhiyah sekaligus obat ilahiyah.

Para salafush shalih juga mengeluarkan sedekah yang sepadan dengan penyakit dan musibah yang menimpa mereka. Mereka mengeluarkan harta mereka yang paling mereka cintai. Jangan kikir untuk dirimu sendiri, jika engkau memang memiliki harta dan kemudahan. Inilah kesempatannya telah datang!

* Dikisahkan bahwa Abdullah bin Mubarak pernah ditanya oleh seorang laki-laki tentang penyakit yang menimpa lututnya semenjak tujuh tahun. Ia telah mengobati lututnya dengan berbagai macam obat. Ia telah bertanya kepada para dokter, namun tidak menghasilkan apa-apa. Ibnu al-Mubarak pun berkata kepadanya, “Pergi dan galilah sumur, karena manusia sedang membutuhkan air. Saya berharap akan ada mata air dalam sumur yang engkau gali dan dapat menyembuhkan sakit di lututmu. Laki-laki itu lalu menggali sumur dan ia pun sembuh”. (Kisah ini terdapat dalam “Shahih at-Targhib”).

* Kisah lain, orang yang mengalami peristiwa ini menceritakan kepadaku, “Anak perempuan saya yang masih kecil menderita penyakit di tenggorokan. Saya membawanya ke beberapa rumah sakit. Saya menceritakan panyakitnya kepada banyak dokter, namun tidak ada hasilnya. Dia belum juga sembuh, bahkan sakitnya bertambah parah. Hampir saja saya ikut jatuh sakit karena sakit anak perempuan saya yang mengundang iba semua keluarga. Akhirnya dokter memberinya suntikan untuk mengurangi rasa sakit, hingga kami putus asa dari semuanya kecuali dari rahmat Allah Ta’ala. Hal itu berlangsung sampai datangnya sebuah harapan dan dibukanya pintu kelapangan. Seorang shalih menghubungi saya dan menyampaikan sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Obatilah orang sakit di antara kalian dengan sedekah”. (HR. Abu Dawud, dihasankan oleh al-Albani). Saya berkata, “Saya telah banyak bersedekah”. Ia pun menjawab, “Bersedekahlah kali ini dengan niat untuk kesembuhan anak perempuanmu”. Saya pun mengeluarkan sedekah sekedarnya untuk seorang fakir, namun tidak ada perubahan. Saya kemudian mengabarinya dan ia berkata, “Engkau adalah orang yang banyak mendapatkan nikmat dan karunia Allah Ta’ala, bersedekahlah sebanding dengan banyaknya hartamu”. Saya pun pergi pada kesempatan kedua, saya penuhi isi mobil saya dengan beras, ayam dan bahan-bahan sembako dan makanan lainnya dengan menghabiskan uang yang cukup banyak. Saya lalu membagikannya kepada orang-orang yang membutuhkan dan mereka senang dengan sedekah saya. Demi Allah saya tidak pernah menyangka bahwa setelah saya mengeluarkan sedekah itu, anak saya tidak perlu disuntik lagi, anak saya sembuh total, walhamdulillah. Saya yakin bahwa faktor (yang menjadi sebab) paling besar yang dapat menyembuhkan penyakit adalah sedekah. Sekarang sudah berlalu tiga tahun, ia tidak merasakan penyakit apapun. Semenjak itu saya banyak mengeluarkan sedekah khususnya berupa wakaf. Setiap saat saya merasakan hidup penuh kenikmatan, keberkahan, dan sehat sejahtera baik pada diri pribadi maupun keluarga saya.


Saya mewasiatkan kepada semua orang sakit agar bersedekah dengan harta mereka yang paling mereka cintai, dan mengeluarkan sedekah terus menerus, niscaya Allah Ta’ala akan menyembuhkannya walaupun hanya sebagian penyakit. Saya yakin kepada Allah Ta’ala dengan apa yang saya ceritakan. Sungguh Allah Ta’ala tidak melalaikan balasan untuk orang yang berbuat baik.

Marilah saudaraku, pintu telah terbuka, tanda kesembuhan telah tampak di depanmu, bersedekahlah dengan sungguh-sungguh dan percayalah kepada Allah Ta’ala. Jangan seperti orang yang melalaikan resep yang mujarab ini, hingga ia tidak mengeluarkan sebagian hartanya untuk bersedekah lagi. Padahal bertahun-tahun ia menderita sakit dan mondar-mandir ke dokter untuk mengobati panyakitnya, dengan merogoh banyak uang dari sakunya.

Jika engkau telah mencoba resep ini dan engkau sembuh, jadilah orang yang selalu menolong orang lain dengan harta dan usahamu. Jangan engkau membatasi diri dengan sedekah untuk dirimu sendiri, namun obatilah penyakit orang-orang yang sakit dari keluargamu dengan sedekah. Jika engkau tidak sembuh total, maka ketahuilah bahwa engkau sebenarnya telah disembuhkan walaupun sedikit. Keluarkan sedekah lagi, perbanyak sedekah semampumu. Jika engkau masih belum sembuh, mungkin Allah Ta’ala memperpanjang sakitmu untuk sebuah hikmah yang dikehendakiNya atau karena kemaksiatan yang menghalangi kesembuhanmu. Jika demikian cepatlah bertaubat dan perbanyak doa di sepertiga malam terakhir.

Sedangkan bagi anda yang diberikan nikmat sehat oleh Allah Ta’ala, jangan tinggalkan sedekah dengan alasan engkau sehat. Seperti halnya orang yang sakit bisa sembuh maka orang yang sehat pun bisa sakit. Sebuah pepatah mengatakan, “Mencegah lebih baik dari mengobati”.

Apakah engkau akan menunggu penyakit hingga engkau berobat dengan sedekah? Jawablah..! kalau begitu bersegeralah bersedekah..!

Sumber : Shifatun ‘Ilajiyah Tuzilu Kaffata al-Amradh Bi al-Kulliyah, Sulaiman Bin Abdul Karim al-Mufarraj

Mencari Akhwat Yang Hilang

Duhai akhwat idaman, dimanakah kau kini berada? Aneh, mengapa kini aku terlalu sering menemukanmu dimana-mana, apakah kau tak lagi menjadi idaman para pengidam kesucian, tak lagi special, bak bidadari syurga yang hadir di bumi, tak pernah tersentuh jin dan manusia.

Tak kubayang, akhwatku hilang, tak lekang, dimakan jaman yang garang. Dulu kau tak terlihat, tapi aku tak perlu mencari-cari dirimu. Karena aku yakin kau ada, seperti keyakinanku beriman kepada yang ghoib. Semakin ghoib, semakin indah, semakin beriman. Wuih. Subahanallah....

Tapi kini kau tak lagi ghoib, kau begitu menyebar, kau begitu visual, kau begitu obral, sehingga justru aku kehilanganmu di antara kerumunanmu. Terlihat tapi tak terlihat, tak terlihat justru terlihat.


Duhai akhwatku, yang cantik menawan iman. Ketahuilah bahwa semakin ghoib dirimu maka semakin besar energi dirimu, sehingga semakin besar kualitas keakhwatanmu, maka semakin aku merindukanmu. Kami menyayangimu. Sayang sekali jika kau tak menyayangi dirimu sendiri lagi; dalam kekhawatiranmu yang berlebihan pada Tuhan.


Ku tahu kau berhijab dalam hizibmu. Tapi mengapa harus kau lupakan inti perjuanganmu, apakah karena hizibmu tidak lagi tegas padamu. Apakah identitasmu harus bergantung pada identitas hizibmu yang mulai teragu?
Ku yakin, kau tahu bahwa kau bagai perhiasan di mata ikhwan atau kawan. Dan karakter dari perhiasan adalah butuhnya sebuah atau banyak perhatian. Yang memperhatikan nikmat, yang diperhatikan bahagia. Dan biasanya perhiasan eksklusif berkarakter : diam, tersembunyi, dijaga ketat, personal & privacy, dan hanya orang-orang yang sudah menunaikan akad "jual beli" yang boleh memakainya. Kecuali perhiasan murahan, tak perlu akad spesial pun sudah bisa dipakai siapapun .... lalu menjadi manusia terbuang...na'udzubillahi min dzalik.

Duhai akhwat budiman kekasih ikhwan beriman, perhatikanlah bahwa kau adalah perhiasan terindah. Bisakah kau bayangkan, bahwa perhiasan itu "diam"nya saja sudah indah dan menggoda. Maka apa yang terjadi jika engkau pun bergerak - kesana kemari- sehingga mata ikhwan memandangmu, sengaja tidak sengaja, sebab syaitan itu cerdas dan waras. Sedangkan ikhwan itu cerdas tapi terbatas. Karena ikhwan itu terbatas, maka kau harus membatasi diri dari pandangannya, agar syaitan usahanya pun terbatas menggoda manusia beriman, akhwat dan ikhwan.

Kuharap kau lebih banyak diam yang penuh gerakan, daripada gerakan yang membuat ikhwan terdiam. Pahamkah maksudku? Kau begitu indah untuk tidak diperhatikan, perhiasan itu begitu banyak yang memperhatikan, kadang saling bersaing antara satu perhaiasan dengan perhiasan lainnya, bersaing untuk diperhatikan... tentu saja karena adanya perhatian. Perhatian hadir karena adanya sumber perhatian dan adanya yang memperhatikan.
Fokus dakwah pun kadang berubah, bahasan bab menikah dan poligami lebih menjadi perhatian daripada bagaimana cara memperjuangkan dakwah ini, dan mempertanggungjawab kannya di hadapan Allah, Ilahi Robbi?

Duhai akhwat, kau bukan syahwat; ku tak menyalahkanmu, tapi marilah mulai hari ini sama-sama kita mengambil porsi yang tidak melampaui suci. Sebab akhwat itu wanita, dan wanita itu makhluk indah sejati yang penuh perasaan, maka perlu diberikan banyak batasan. Agar perasaannya tidak meluap dan tumpah di sembarang nyawa. Jika satu atau dua batasan sudah mulai dianggap tak membatasi, maka berkhawatir dirilah jika engkau kesulitan mengontrol perasaanmu yang agung itu....

Wahai akhwat sejati, bukanlah karena cantikmu engkau diperhatikan, tapi karena diperhatikanlah engkau menjadi cantik. Berterimakasihlah kepada orang-orang yang memperhatikanmu, dan bersyukurlah kepada Allah agar DIA tetap memperhatikanmu. Kalau Allah yang memperhatikanmu, maka para ikhwan beriman pun insya Allah tak sungkan tuk memperhatikanmu. Tapi kalau perhatian manusia yang engkau kejar, maka kemanakah kau tempatkan perhatian Tuhanmu, dari hatimu yang agung, wahai calon ibu, wanita yang paling perhatian....dan butuh perhatian. Harus diperhatikan.
"Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap". { Q.S. Al-Insyiroh (94) : 8}

Jumat, 04 September 2009

PUASA TAPI TIDAK SHALAT

Oleh : Abu Hudzaifah
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin -rahimahullah- pernah ditanya: “Apa hukum orang yang berpuasa namun meninggalkan shalat?”


Beliau rahimahullah menjawab:

“Puasa yang dilakukan oleh orang yang meninggalkan shalat tidaklah diterima karena orang yang meninggalkan shalat adalah kafir dan murtad. Dalil bahwa meninggalkan shalat termasuk bentuk kekafiran adalah firman Allah Ta’ala,

فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَنُفَصِّلُ الْآَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

“Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (Qs. At Taubah [9]: 11)

Alasan lain adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ

“Pembatas antara seorang muslim dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 82)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

“Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah mengenai shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad, At Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah. Dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani)

Pendapat yang mengatakan bahwa meninggalkan shalat merupakan suatu kekafiran adalah pendapat mayoritas sahabat Nabi bahkan dapat dikatakan pendapat tersebut adalah ijma’ (kesepakatan) para sahabat.

‘Abdullah bin Syaqiq –rahimahullah- (seorang tabi’in yang sudah masyhur) mengatakan, “Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amalan yang apabila seseorang meninggalkannya akan menyebabkan dia kafir selain perkara shalat.” [Perkataan ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari 'Abdullah bin Syaqiq Al 'Aqliy; seorang tabi'in. Hakim mengatakan bahwa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di dalamnya. Dan sanad (periwayat) hadits ini adalah shohih. Lihat Ats Tsamar Al Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, hal. 52, -pen]

Oleh karena itu, apabila seseorang berpuasa namun dia meninggalkan shalat, puasa yang dia lakukan tidaklah sah (tidak diterima). Amalan puasa yang dia lakukan tidaklah bermanfaat pada hari kiamat nanti.

Oleh sebab itu, kami katakan, “Shalatlah kemudian tunaikanlah puasa.” Adapun jika engkau puasa namun tidak shalat, amalan puasamu akan tertolak karena orang kafir (karena sebab meninggalkan shalat) tidak diterima ibadah dari dirinya.

[Sumber: Majmu' Fatawa wa Rosa-il Ibnu 'Utsaimin, 17/62, Asy Syamilah]

Rabu, 02 September 2009

Amalan Sunnah di Bulan Berkah

Para salaf, pendahulu umat ini sangat memahami betapa berartinya Ramadhan. Segala kebaikan, keutamaan serta berkah berkumpul di dalamnya. Sehingga mereka yang tahu sifat dan keutamaan Ramadhan akan bersiap menyambut dengan berbagai amal kebajikan, agar memperoleh keberuntungan yang besar. Dan mereka tak akan berpisah dengan Ramadhan, kecuali ia telah menyucikan ruh dan jiwanya.
Sebagaimana firman Allah,
“Sungguh beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu.” (QS. Asy-Syam: 9)
Sungguh sangat merugilah orang yang tak peduli pada Ramadhan, menyia-nyiakan kehadirannya, padahal antara waktu siang dan malamnya dipenuhi kebaikan dan keberkahan.
Selain puasa yang Allah wajibkan pada bulan Ramadhan ada berbagai amalan yang disunnahkan pada bulan tersebut di antaranya:

1. Mengkhatamkan Al-Qur'an
Bulan Ramadhan adalah bulan Al-Qur’an. Pada bulan inilah Al-Qur'an pertama kali turun dari Lauhul Mahfuz ke langit dunia sekaligus. Allah berfirman:
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)”. (QS. al-Baqarah: 185)
Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma berkata; "Nabi (Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam) adalah orang yang paling dermawan diantara manusia. Kedermawanannya meningkat saat malaikat Jibril menemuinya setiap malam hingga berakhirnya bulan Ramadhan, lalu Nabi membacakan al-Qur’an di hadapan Jibril. Pada saat itu kedermawanan Nabi melebihi angin yang berhembus."
Hadits tersebut menganjurkan kepada setiap muslim agar bertadarrus al-Qur’an, dan berkumpul dalam majelis al-Qur’an dalam bulan Ramadhan. Membaca dan belajar al-Qur'an bisa dilakukan di hadapan orang yang lebih mengerti atau lebih hafal al-Qur’an. Dianjurkan pula untuk memperbanyak membaca al-Qur’an di malam hari.
Dalam hadits di atas, mudarosah antara Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan Malaikat Jibril terjadi pada malam hari, karena malam tidak terganggu oleh pekerjaan-pekerjaan keseharian. Di malam hari, hati seseorang juga lebih mudah meresapi dan merenungi amalan dan ibadah yang dilakukannya.

2. Shalat Tarawih
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: “Barang siapa yang menghidupkan malam bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” Shalat tarawih atau qiyam Ramadhan tidak ada batasannya. Sebagian orang mengira shalat tarawih tidak boleh kurang dari 20 rakaat, sebagian lain mengira tidak boleh lebih dari 11 atau 13 rakaat. Ini adalah pendapat keliru yang menyalahi dalil. Hadits-hadits menunjukkan bahwa shalat malam adalah perkara yang luas, tidak ada batasan yang tidak boleh dilanggar. Bahkan ada riwayat yang jelas mengatakan bahwa nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pernah shalat 11 rakaat, terkadang 13 rakaat atau kurang dari itu. Ketika ditanya tentang shalat malam beliau bersabda: “Shalat malam didirikan dua rakaat dua rakaat, jika ia khawatir akan tibanya waktu subuh maka hendaknya menutup dengan satu rakaat” (muttafaq alaih, lihat Al-Lu’lu War Marjan: 432). Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sendiri juga melakukan cara ini (lihat Syarh Shahih Muslim 6/46-47 dan Muwattha’: 143-144).

3. Memperbanyak Do’a
Dalam rangkaian ayat Al-Qur’an mengenai puasa di bulan Ramadhan terselip suatu ayat yang secara khusus membicarakan soal berdo’a. Di dalamnya Allah Subhaanahu wa Ta’aala perintahkan orang beriman untuk berdo’a kepada-Nya. Dan Allah Subhaanahu wa Ta’aala berjanji untuk mengabulkan do’a siapapun asalkan memenuhi tiga syarat: (1) Memohon hanya kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala, bukan selain-Nya. (2) Memenuhi segala perintah-Nya dan (3) Beriman kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala sebagai Rabb yang Maha Kuasa mengabulkan permintaan dan menetapkan taqdir segalanya.
Oleh karenanya perbanyaklah berdo’a ketika sedang berpuasa terlebih lagi ketika berbuka. Berdo’alah untuk kebaikan diri kita, keluarga, bangsa, dan saudara-saudara kita sesama muslim di belahan dunia.

4. Memberi Buka Puasa
Hendaknya berusaha untuk selalu memberikan ifthar (berbuka) bagi mereka yang berpuasa walaupun hanya seteguk air ataupun sebutir korma sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang berbunyi: "Barang siapa yang memberi ifthar (untuk berbuka) orang-orang yang berpuasa maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tanpa dikurangi sedikitpun". (Bukhari Muslim)

5. Bersedekah
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: “Sebaik-baik sedekah adalah sedekah pada bulan Ramadhan” (HR. Tirmidzi).
Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma berkata; "Nabi (Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam) adalah orang yang paling dermawan diantara manusia. Kedermawanannya meningkat saat malaikat Jibril menemuinya setiap malam hingga berakhirnya bulan Ramadhan, lalu Nabi membacakan al-Qur’an di hadapan Jibril. Pada saat itu kedermawanan Nabi melebihi angin yang berhembus."
Dan pada akhir bulan Ramadhan Allah mewajibkan kepada setiap muslim untuk mengeluarkan zakat fitrah sebagai penyempurna puasa yang dilakukannya.

6. I'tikaf
Para ulama’ telah berijma’ bahwa i’tikaf khususnya 10 hari terakhir pada bulan Ramadhan merupakan suatu ibadah yang disyari’atkan dan disunnahkan. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sendiri senantiasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan selama 10 hari. ‘Aisyah, Ibnu ‘Umar dan Anas Radhiyallahu ‘Anhum ajma’in meriwayatkan, “Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam selalu beri’tikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hal ini dilakukan oleh beliau hingga wafat. Bahkan pada tahun wafatnya beliau beri’tikaf selama 20 hari.
I'tikaf adalah berdiam diri di masjid untuk beribadah kepada Allah. I'tikaf disunahkan bagi laki-laki dan perempuan; karena Rasulullah Shallallahau 'Alaihi wa Sallam selalu beri'tikaf terutama pada sepuluh malam terakhir dan para istrinya juga ikut i'tikaf bersamanya. Dan hendaknya orang yang melaksanakan i'tikaf memperbanyak dzikir, istighfar, membaca Al-Qur'an, berdo’a, shalat sunnah dan lain-lain.

7. Umroh
Ramadhan adalah waktu terbaik untuk melaksanakan umrah, karena umroh pada bulan Ramadhan memiliki pahala seperti pahala haji bahkan pahala haji bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Beliau bersabda: “Umroh pada bulan Ramadhan seperti haji bersamaku.”
Tetapi wajib diketahui, meskipun umrah di bulan Ramadhan berpahala menyamai haji, tetapi ia tidak bisa menggugurkan kewajiban haji bagi orang yang wajib melakukannya.

8. Memperbanyak berbuat kebaikan
Bulan Ramadhan adalah peluang emas bagi setiap muslim untuk menambah 'rekening' pahalanya di sisi Allah. Dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Khuzaimah dan Baihaqi dikatakan bahwa amalan sunnah pada bulan Ramadhan bernilai seperti amalan wajib dan amalan wajib senilai 70 amalan wajib di luar Ramadhan. Raihlah setiap peluang untuk berbuat kebaikan sekecil apapun meskipun hanya 'sekedar' tersenyum di depan orang lain.
“...dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” (QS. al Muthaffifin:26 )
Semoga kita termasuk orang-orang yang bisa memanfaatkan momentum Ramadhan untuk merealisasikan keta’atan dan menambah ketakwaan diri kita. Amin
Disusun dari berbagai sumber



http://wahdah.or.id