Tingkatan seorang muslim

Seorang Muslim hendaknya berilmu sebelum mengamalkan apa yang ia ketahui, kemudian mendakwahkannya

Keutamaan Shalat Isroq

Setiap muslim tentunya menginginkan pahala yang besar dari setiap ibadahnya, salah satunya shalat isroq yang dilalaikan pada saat ini

Tips menghafal Al Qur'an bagi orang sibuk

Kurangnya pengetahuan kita mengenai manajemen waktu membuat kita belepotan dalam menghafal.

Bunga Yang Istimewa Hanya untuk Yang Istimewa

Allah telah menjamin bagi orang-orang yang selalu memperbaiki diri, dengan pasangan yang memperbaiki diri. begitu juga yang Istimewa sebagaimana diibaratkan cermin

Tips Menjemput Jodoh

Jodoh adalah persoalan yang sensitif bagi ereka yang merasa berumur, mari mempersiapkan diri

Minggu, 29 Maret 2009

Artikel 4

Yang dilupakan dalam menuntut Ilmu

Kategori: Akhlaq dan Nasehat

Disalin oleh : Abu Hudzaifah Al-Faruq

Bertahun-tahun sudah kita luangkan waktu kita untuk menuntut ilmu. Suka duka yang dirasakan juga begitu banyak. Mengingat masa lalu terkadang membuat kita tersenyum, tertawa dan terkadang membuat kita menangis. Inilah kehidupan yang harus kita jalani. Kehidupan sebagai seorang thalibul’ilmi. Akan tetapi, mungkin kita sering melupakan, apakah ilmu yang kita dapatkan adalah ilmu yang bermanfaat ataukah sebaliknya.

Penulis teringat sebuah hadis yang diriwayatkan oleh seorang sahabat yang bernama Zaid bin Arqam radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata,
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجَابُ لَهَا
Artinya: “Ya Allah. Sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyuk, dari jiwa yang tidak pernah merasa kenyang dan dari doa yang tidak dikabulkan.” (HR Muslim No. 6906 dan yang lainnya dengan lafaz-lafaz yang mirip)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saja, yang dijamin oleh Allah untuk menjadi pemimpin Bani Adam di hari akhir nanti, sangat sering mengulang doa-doa ini, apalagi kita, yang sangat banyak berlumuran dosa, sudah seharusnya selalu membacanya.
Mengetahui ciri-ciri ilmu yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat sangatlah penting. Oleh karena itu, berikut ini penulis sebutkan beberapa ciri ilmu yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat yang penulis ambil dari kitab Al-Hafiz Ibnu Rajab Al-Hanbali yang berjudul Bayan Fadhli ‘Ilmissalaf ‘ala ‘Ilmilkhalaf.
Ciri-ciri ilmu yang bermanfaat di dalam diri seseorang:
1.Menghasilkan rasa takut dan cinta kepada Allah.
2.Menjadikan hati tunduk atau khusyuk kepada Allah dan merasa hina di hadapan-Nya dan selalu bersikap tawaduk.
3.Membuat jiwa selalu merasa cukup (qanaah) dengan hal-hal yang halal walaupun sedikit yang itu merupakan bagian dari dunia.
4.Menumbuhkan rasa zuhud terhadap dunia.
5.Senantiasa didengar doanya.
6.Ilmu itu senantiasa berada di hatinya.
7.Menganggap bahwa dirinya tidak memiliki sesuatu dan kedudukan.
8.Menjadikannya benci akan tazkiah dan pujian.
9.Selalu mengharapkan akhirat.
10.Menunjukkan kepadanya agar lari dan menjauhi dunia. Yang paling menggiurkan dari dunia adalah kepemimpinan, kemasyhuran dan pujian.
11.Tidak mengatakan bahwa dia itu memiliki ilmu dan tidak mengatakan bahwa orang lain itu bodoh, kecuali terhadap orang-orang yang menyelisihi sunnah dan ahlussunnah. Sesungguhnya dia mengatakan hal itu karena hak-hak Allah, bukan untuk kepentingan pribadinya.
12.Berbaik sangka terhadap ulama-ulama salaf (terdahulu) dan berburuk sangka pada dirinya.
13.Mengakui keutamaan-keutamaan orang-orang yang terdahulu di dalam ilmu dan merasa tidak bisa menyaingi martabat mereka.
14.Sedikit berbicara karena takut jika terjadi kesalahan dan tidak berbicara kecuali dengan ilmu. Sesungguhnhya, sedikitnya perkataan-perkataan yang dinukil dari orang-orang yang terdahulu bukanlah karena mereka tidak mampu untuk berbicara, tetapi karena mereka memiliki sifat wara’ dan takut pada Allah Taala.
Adapun ciri-ciri ilmu yang tidak bermanfaat di dalam diri seseorang:
1.Ilmu yang diperoleh hanya di lisan bukan di hati.
2.Tidak menumbuhkan rasa takut pada Allah.
3.Tidak pernah kenyang dengan dunia bahkan semakin bertambah semangat dalam mengejarnya.
4.Tidak dikabulkan doanya.
5.Tidak menjauhkannya dari apa-apa yang membuat Allah murka.
6.Semakin menjadikannya sombong dan angkuh.
7.Mencari kedudukan yang tinggi di dunia dan berlomba-lomba untuk mencapainya.
8.Mencoba untuk menyaing-nyaingi para ulama dan suka berdebat dengan orang-orang bodoh.
9.Tidak menerima kebenaran dan sombong terhadap orang yang mengatakan kebenaran atau berpura-pura meluruskan kesalahan karena takut orang-orang lari darinya dan menampakkan sikap kembali kepada kebenaran.
10.Mengatakan orang lain bodoh, lalai dan lupa serta merasa bahwa dirinya selalu benar dengan apa-apa yang dimilikinya.
11.Selalu berburuk sangka terhadap orang-orang yang terdahulu.
12.Banyak bicara dan tidak bisa mengontrol kata-kata.
Al-Hafiz Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata, “Di saat sekarang ini, manusia boleh memilih apakah dia itu ridha untuk dikatakan sebagai seorang ulama di sisi Allah ataukah dia itu tidak ridha kecuali disebut sebagai seorang ulama oleh manusia di masanya. Barang siapa yang merasa cukup dengan yang pertama, maka dia akan merasa cukup dengan itu… Barang siapa yang tidak ridha kecuali ingin disebut sebagai seorang ulama di hadapan manusia, maka jatuhlah ia (pada ancaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam),
من طلب العلم ليباهي به العلماء أو يماري به السفهاء أو يصرف وجوه الناس إليه فليتبوأ مقعده من النار
Artinya: “Barang siapa yang menuntut ilmu untuk menyaing-nyaingi para ulama, mendebat orang-orang bodoh atau memalingkan wajah-wajah manusia kepadanya, maka dia itu telah mempersiapkan tempat duduknya dari neraka.” (*)
*) Dengan Lafaz yang seperti ini, penulis belum menemukannya dengan sanad yang shahih. Akan tetapi, terdapat lafaz yang mirip dengannya di Sunan At-Tirmidzi No. 2653 dengan sanad yang hasan, yaitu:
من طلب العلم ليجاري به العلماء أو ليماري به السفهاء أو يصرف به وجوه الناس إليه أدخله الله النار
***
اللهم إني أسألك علما نافعا و رزقا طيبا و عملا متقبلاز آمين
Maraji’:
1.Bayan Fadhli ‘Ilmissalaf ‘ala ‘Ilmilkhalaf oleh Al-Hafiz Ibnu Rajab Al-Hanbali, Dar Al-Basya’ir Al-Islamiah
2.Shahih Muslim, Dar As-Salam
3.Sunan At-Tirmidzi, Maktabah Al-Ma’arif
***
Penulis: Ustadz Said Yai Ardiansyah (Mahasiswa Fakultas Hadits, Jami’ah Islamiyah Madinah, Saudi Arabia)
Artikel www.muslim.or.id

Senin, 16 Maret 2009

artikel islam 3

-< KEUTAMAAN ILMU & PENUNTUTNYA >-
by. Abul Bukhari Ibnoe Abbas, M.Hum.

I.Definisi Ilmu
1.Ilmu menurut bahasa adalah hukum fikiran yang pasti yang susuai dengan kenyataan.1
2.Ilmu menurut pemahaman para salaf adalah semua aturan dalam agama. Berkata Ibnul Qayyim: “Ilmu itu adalah perkataan Allah, perkataan Rasulullah, dan perkataan sahabat.”

II.Pembagian Ilmu-Ilmu Dien dari Segi Hukum.
1.Fardhu ‘ain ; Arkanul Iman-Arkanul Islam, dan sejenisnya.
“Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim” 2 (HR. Ibnu Majah – Muqaddimah, 1/224 - Hadits Hasan)
2.Fardhu Kifayah ; ilmu yang berkaitan untuk mewujudkan kepentingan umat manusia. (teknik, kimia,dll)

Beberapa Argumen tentang Keutamaan Majelis Ilmu, Penuntut Ilmu, dan Ulama.
Dalil: Qs. Ali Imran: 18
Qs. Thaha: 114
Qs. Az-Zumar: 09
Qs. Al Mujadalah: 11
Qs. Fathir: 28
Qs. Muhammad: 19
Hadits: 1
“Tidaklah berkumpul suatu kaum dalam satu rumah dari rumah-rumah Allah, mereka membaca kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka, kecuali Malaikat akan mengelilingi mereka, dan turun kepada mereka ketenangan, dan rahmat akan meliputi mereka, dan Allah akan menyebut-nyebut mereka kepada siapa yang ada di sisi-Nya.” (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al-Albani)
Hadits: 2
”Jika kalian melewati taman-taman Surga maka singgahlah, mereka bertanya: Apa itu taman Surga?” Beliau menjawab: “Majelis dzikir” (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al-AlBani)
Hadits: 3
“Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Al Qur’an dan yang mengajarkannya”. (HR. Bukhari dari Utsman bin Affan ra.)
Hadits: 4
“Barangsiapa dikehendaki kebaikan oleh Allah swt, maka Allah swt memberi kepahaman kepadanya tentang dien.” (HR. Bukhari - Kitab Ilmu: 10 dan HR. Muslim – Kitab Imarah juz 3:175)
Hadits: 5
“Sampaikan dariku, walau satu ayat.” (HR. Bukhari – Kitab Anbiya’ : 5)
Hadits: 6
“Barangsiapa melalui suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah swt memudahkan jalan baginya ke sorga.” (HR. Muslim – Kitab Zikir dan do’a, 74:38)
Hadits: 7
“Keutamaan orang pandai terhadap orang yang beribadah adalah sebagaimana keutamaanku atas orang yang paling rendah di antara kalian.” Dilanjutkan: “Sesungguhnya Allah, Malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi sampai semut di lubangnya dan juga ikan, mendo’akan kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia (ulama).” (HR.Tirmidzi, 5/2685 – Hadits Hasan Gharib)
Hadits: 8
“Sesungguhnya para Malaikat meletakkan sayap-sayap-3nya untuk para penuntut ilmu, karena (Allah) ridho/senang dengan apa yang dilakukannya (penuntut ilmu). Dan sesungguhnya orang yang berilmu akan dimintakan ampun baginya dari para penghuni langit dan bumi sampai ikan-ikan di lautan. Dan keutamaan orang pandai terhadap orang ahli ibadah adalah seperti keutamaan rembulan atas bintang-bintang yang lain. Dan sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Dan para nabi tidak mewariskan dinar atau dirham, mereka hanya mewariskan ilmu. Maka, barangsiapa mempelajarinya, akan mendapat bagian yang sempurna.” (HR. Tirmidzi, 5/2685, Abu Dawud, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al-AlBani).

III.Bahaya Kebodohan terhadap Umat.
1.Lemahnya iman dan sedikitnya takwa.
2.Banyaknya maksiat, bid’ah dan khurafat Kebodohan menyebabkan kurangnya wibawa di depan musuh, menyebabkan butuh terhadap mereka, dan modernisasi pikiran, dan budi pekerti yang mereka bawa.
3.Kebodohan menyebabkan keterbelakangan suatu umat dalam segala bidang: akhlaq, politik, sosial kemasyarakatan, ekonomi, dll.
4.Karena kebodohan, banyak menimbulkan problema keluarga, pendidikan menjadi lemah, anak-anak terabaikan.
5.Menerima apa adanya, bermalas-malasan, cita-cita rendah, dan tidak bisa meraih kemuliaan.

Adab-adab Penuntut Ilmu.
1. Ikhlas karena Allah Azza Wajalla.
2. Untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya dan orang lain.
3. Berniat dalam menuntut ilmu untuk membela syari'at.
4. Lapang dada dalam menerima perbedaan pendapat.
5. Mengamalkan ilmu yang telah didapatkan.
6. Menghormati para ulama dan memuliakan mereka.
7. Mencari kebenaran dan sabar

Rujukan Utama: Nashir Al Umar, Al Ilmu Dharurah Syar’iyah (terj: Hakikat Ilmu Menurut Islam), (Riyadh, Saudi Arabia: Darul Wathan, 1412 – 1992). Sebagai Tambahan Bacaan :
-0Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Fawa’idul Fawa’id (terj: Mendulang Faidah dari Lautan Ilmu), Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1998.
-1Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Miftahu Daari As-Sa’adah I (terj: Buah Ilmu), Jakarta: Pustaka Azzam, 1999.
-2Nashir Al Umar, Luhuumul Ulamai Masmumah (terj: Daging Ulama itu Racun), Jakarta: Gema Insani Press, 1995.
-3Abdullah bin Ibrahim Al Qar’awi, Al-Waajibaatul Mutahattimaatu ‘ala Kulli Muslimin wa Muslimah (terj: Hal-hal yang Wajib diketahui Setiap Muslim), Jakarta: Al Sofwa, 1997.